Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Seorang pakar pendidikan Islam berdarah hadrami, al Habib Abu Bakar al Masyhur al Adni, Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah) adalah pendidikan dan peningkatan diri atas adab, akhlak, patuh akan syariat dan jauh akan larangannya. Mengikuti kata hati berdasarkan rasa tanggung jawab terhadap Dinnya serta rasa cinta pada Allah SWT. dan Rasulnya SAW. juga berkhidmat dengan cara yang benar pada umat sembari memasyarakatkan kebaikan dan menepis kehinaan dan kerendahan moral.
Pendidikan islam pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan tingkat kecerdasan, budi pekerti dan keimanan seseorang yang berlandaskan pada tuntunan ajaran agama islam. Pada awalnya, sistem pendidikan islam identik dengan pola pengajaran yang digunakan pada pondok pesantren. Karena masih menggunakan metode pengajaran yang sangat sederhana. Tempatnya pun tidak pada ruangan atau gedung khusus seperti sekarang, melainkan masih menempati masjid atau langgar (mushola) yang menjadi proses ajaran agama islam.
Pada zaman awal peradaban islam masuk ke pulau jawa (masa walisongo), sistem pendidikan yang digunakan adalah sistem halaqoh (lingkaran santri). Yaitu para santri belajar dan mengulas kitab-kitab klasik dengan formasi melingkar. Mata pelajaran yang dikaji antara lain: nahwu, shorof, tafsir, fiqih, dan lain-lain. Para santri juga dibina agar menerapkan moralitas islam sebagai pedoman hidup sehari-hari. Selain itu santri diajarkan agar mendalami ilmu pengetahuan dengan ikhlas tanpa memikirkan hal keduniawian (materialistis).
Pada zaman sekarang, sistem pendidikan islam kemudian berubah menjadi sistem non klasikal. Maksudnya, pada pola pengajarannya sekarang tidak semata-mata hanya mengkaji kitab-kitab klasik saja. Namun juga mengkaji ilmu pengetahuan umum seperti: matematika, bahasa inggris, ilmu sosial, ilmu Alam dan lain-lain. Selain itu tempat pengajarannya pun sudah berada pada gedung khusus yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang pendidikan.
Pengelola lembaga pendidikan islam, mulai berevolusi mengikuti perkembangan ilmu pendidikan nasional dengan cara mengadaptasi kurikulum pendidikan umum lalu dipadukan dengan pola pendidikan islam. Selain itu, juga menggunakan ijazah sebagai bukti resmi kelulusan siswa yang diakui oleh negara. Namun tidak sedikit lembaga islam yang masih menggunakan sistem pendidikan islam murni dan hanya mengkaji ilmu agama secara ikhlas tanpa memikirkan ijazah. Sistem tersebut dikenal dengan sistem salaf (tradisional).
Selain itu, penyelenggara pendidikan islam di era digital juga mulai membekali anak didiknya dengan tehnologi yang berkembang pesat pada masa sekarang. Seperti dimasukkannya mata pelajaran komputer pada pendidikannya. Dengan dimasukkannya sistem tersebut diharapkan anak didik tersebut akan lebih siap menghadapi persaingan di era gobal.
Selain berdampak pada sistem pendidikan yang digunakan, perkembangan zaman yang begitu Cepat juga bepengaruh pada motivasi dan semangat generasi muslim dalam menuntut ilmu. Baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum. Pada zaman dahulu meskipun belum ada fasilitas pendukung yang sangat memadai, namun semangat anak didik sangat besar. Sehingga dengan besarnya niat dalam menuntut ilmu menjadikan mereka orang-orang yang beriman dan berilmu.
Hal itu berlawanan dengan masa global seperti sekarang, dengan adanya teknologi-teknologi pendukung yang sangat cangih justru malah membuat mereka lalai dan menjadikan turunnya motivasi anak didik dalam mencari ilmu. Dengan adanya perkembangan teknologi sekarang ini, seharusnya kita memanfaatkan untuk lebih meningkatkan kecerdasan dan potensi diri kita agar tidak tergerus arus globalisasi. (Rif’ul Mazid Maulana)