Pagi masih gelap, matahari belum menampakkan senyumannya. Suasana hening seakan tidak ada kehidupan masih menyalimuti sebuah desa kecil dipinggiran kota. Namun hal ini bertolak belakang dengan kehidupan disebuah rumah kecil yang ditinggali oleh Nur Halimah dan Ibu Aminah.
Nur Halimah, begitu orang-orang menyapanya. Dia merupakan seorang dengan banyak kekurangan. Dia sudah ditinggal pergi ayahnya sejak masih duduk dibangku Sekolah Dasar.
Kehidupan yang begitu berat yang harus dijalaninya ditengah-tengah krisis ekonomi sekarang ini. Sejak ayahnya meninggal keadaan ekonomi keluarganya semakin terepuruk, hingga akhirnya dia hanya bersekolah sampai Sekolah Menengah Atas.
Jam didinding masih menunjukkan pukul 03.00 Wib, namun suasana ruang dapur halimah sudah ramai. Terdengar riuhnya suasana minyak goreng yang mendidih. Mulai dari fajar dia sudah membuat roti-roti basah dan serambi. Keahlian yang diwarisi dari ibunya membuatnya sudah btidak sukar lagi membuatnya.
Roti-roti basah dan serambi tersebut kemudian dkemas dan ditata disebuah keranjang roti yang sangat besar. Setelah semua selesai, dia lalu membangunkan ibunya. Sudah dua tahun ini ibunya menderita kelumpuhan, dia hanya bisa mengahabiskan masa-masa senjanya didalam sebuah kamar yang kecil dan seakan tidak layak ditempati.
Akhir-akhir ini, penyakit yang diderita ibu aminah sering kambuh. Sekarang tinggal satu-satunya penopang hidup dikeluarga ini adalah halimah. Meskipun segudang derita menimpanya namun dia tetap menjadi seorang wanita yang teguh dan pantang menyerah.
Nur Halimah, begitu orang-orang menyapanya. Dia merupakan seorang dengan banyak kekurangan. Dia sudah ditinggal pergi ayahnya sejak masih duduk dibangku Sekolah Dasar.
Kehidupan yang begitu berat yang harus dijalaninya ditengah-tengah krisis ekonomi sekarang ini. Sejak ayahnya meninggal keadaan ekonomi keluarganya semakin terepuruk, hingga akhirnya dia hanya bersekolah sampai Sekolah Menengah Atas.
Jam didinding masih menunjukkan pukul 03.00 Wib, namun suasana ruang dapur halimah sudah ramai. Terdengar riuhnya suasana minyak goreng yang mendidih. Mulai dari fajar dia sudah membuat roti-roti basah dan serambi. Keahlian yang diwarisi dari ibunya membuatnya sudah btidak sukar lagi membuatnya.
Roti-roti basah dan serambi tersebut kemudian dkemas dan ditata disebuah keranjang roti yang sangat besar. Setelah semua selesai, dia lalu membangunkan ibunya. Sudah dua tahun ini ibunya menderita kelumpuhan, dia hanya bisa mengahabiskan masa-masa senjanya didalam sebuah kamar yang kecil dan seakan tidak layak ditempati.
Akhir-akhir ini, penyakit yang diderita ibu aminah sering kambuh. Sekarang tinggal satu-satunya penopang hidup dikeluarga ini adalah halimah. Meskipun segudang derita menimpanya namun dia tetap menjadi seorang wanita yang teguh dan pantang menyerah.
***
Semua pekerjaan rumah sudah selesai dikerjakannya, kini matahari sudah bersinar terang. Suasana hening telah berganti riuh ramai. Penduduk desa sudah memulai aktifitas kesehariaannya. Dengan membawa dua buah keranjang besar yang diletakkan ditangan kanan dan tangan kirinya, kini halimah pun mulai melangkahkan kakinya menusuri jejak-jejak kehidupan desa.
Lorong-lorong gang penduduk pinggiran kota dilewatinnya dengan penuh harapan. Setelah berjalan kurang labih setengan jam, dia pun sampai ditoko barokah. Ditoko ini biasanya halimah menitipkan barang jualanya. Karena perjalanan yang sangat jauh, dia pun kemudian duduk dikursi yang ada diteras toko sambil mengibas-ngibaskan bajunya, mungkin karena kecapean.
Setelah rasa capek hilang dia pun melanjutkan langkah kakinya menuju tempat kerjanya. Trotoar yang panas terus dia lalui, polusi udara seakan tidak dia hiraukan, langkah pastinya seakan menunjukka kegigihan sebagai seorang penopang kehidupan dalam mencari nafkah.
Setelah kurang lebih satu kilometer dia berjalan, dia pun akhirnya sampai ditempat bekerjanya. Tanpa membuang waktu, dia pun segera menuju ke ruang ganti untuk berganti baju. Dengan memakai celana pendek dan kaos oblong yang sudah tidak bagus lagi, serta memakai topi bewarna hitam yang telah kusam. Dengan penuh semangat dia pun memulai pekerjaannya sebagai kernet bus kota.
Lorong-lorong gang penduduk pinggiran kota dilewatinnya dengan penuh harapan. Setelah berjalan kurang labih setengan jam, dia pun sampai ditoko barokah. Ditoko ini biasanya halimah menitipkan barang jualanya. Karena perjalanan yang sangat jauh, dia pun kemudian duduk dikursi yang ada diteras toko sambil mengibas-ngibaskan bajunya, mungkin karena kecapean.
Setelah rasa capek hilang dia pun melanjutkan langkah kakinya menuju tempat kerjanya. Trotoar yang panas terus dia lalui, polusi udara seakan tidak dia hiraukan, langkah pastinya seakan menunjukka kegigihan sebagai seorang penopang kehidupan dalam mencari nafkah.
Setelah kurang lebih satu kilometer dia berjalan, dia pun akhirnya sampai ditempat bekerjanya. Tanpa membuang waktu, dia pun segera menuju ke ruang ganti untuk berganti baju. Dengan memakai celana pendek dan kaos oblong yang sudah tidak bagus lagi, serta memakai topi bewarna hitam yang telah kusam. Dengan penuh semangat dia pun memulai pekerjaannya sebagai kernet bus kota.
***
“naik…naik…naik! langsung berangkat” ucapnya.
Suhu yang panas tidak dia hiraukan, kerasnya lalu lintas ibu kota sudah menjadi santapan wajib baginya. Polusi udara dan hitam pekatnya asap kendaraan seakan menjadi tantangan untuk mengais butir-butir kehidupan.
Untuk menghilangkan rasa lelahnya, sesekali dia bernyanyi-nyanyi kecil menirukan lantunan musik yang berdendang diatas besi beroda ini. Meskipun dia adalah satu-satunya kernet wanita yang ada ditempat ini, namun dia tidak berkecil hati untuk selalu bekerja keras demi menghidupi keluarga.
Hari sudah tidak siang lagi, mentari telah kembali ketempat tidurnya. Setelah menghitung-hitung uang pendapatan sehari ini dipotong unag untuk juragan dan supir bus, dia hanya mendapatkan sisa uang sepuluh ribu rupiah. Penghasilan yang tergolong kecil untuk bertahan hidup melawan kerasnya badai ekonomi sekarang ini.
Capek dan letih pasti terasa didalam tubuhnya. Pekerjaan yang keras dan membutuhkan tenaga yang ekstra untuk seorang wanita pasti menyisakan capek yang mendalam. Rasa pegal diseluruh tubuh seakan dia hiraukan. Lankah-langkah kakinya tidak tertuju kerumahnya, namun menuju pada suatu perkampungan yang sangat kumuh.
Dikolong jembatan itu tidak ada hotel, tidak ada apartemen, tidak ada rumah-rumah besar, ataupun gedung-gedung pencakar langit. Disini hanya ada rumah-rumah kardus yang berderet dan berkelompok sehingga membentuk sebuah perkampungan yang kumuh dan kotor.
Tempat itu dihuni oleh para pemulung, pengemis, gelandangan dan para pengamen. Banyak orang yang tidak berani memasuki perkampungan itu, karena tempat itu terkenal dengan banyak pencopet, pencuri dan para preman ibu kota. Meskipun demikian halimah tetap teguh dengan prinsipnya yaitu ingin mencerdaskan anak-anak terlantar dan gelandangan yang hidup disini.
Suhu yang panas tidak dia hiraukan, kerasnya lalu lintas ibu kota sudah menjadi santapan wajib baginya. Polusi udara dan hitam pekatnya asap kendaraan seakan menjadi tantangan untuk mengais butir-butir kehidupan.
Untuk menghilangkan rasa lelahnya, sesekali dia bernyanyi-nyanyi kecil menirukan lantunan musik yang berdendang diatas besi beroda ini. Meskipun dia adalah satu-satunya kernet wanita yang ada ditempat ini, namun dia tidak berkecil hati untuk selalu bekerja keras demi menghidupi keluarga.
Hari sudah tidak siang lagi, mentari telah kembali ketempat tidurnya. Setelah menghitung-hitung uang pendapatan sehari ini dipotong unag untuk juragan dan supir bus, dia hanya mendapatkan sisa uang sepuluh ribu rupiah. Penghasilan yang tergolong kecil untuk bertahan hidup melawan kerasnya badai ekonomi sekarang ini.
Capek dan letih pasti terasa didalam tubuhnya. Pekerjaan yang keras dan membutuhkan tenaga yang ekstra untuk seorang wanita pasti menyisakan capek yang mendalam. Rasa pegal diseluruh tubuh seakan dia hiraukan. Lankah-langkah kakinya tidak tertuju kerumahnya, namun menuju pada suatu perkampungan yang sangat kumuh.
Dikolong jembatan itu tidak ada hotel, tidak ada apartemen, tidak ada rumah-rumah besar, ataupun gedung-gedung pencakar langit. Disini hanya ada rumah-rumah kardus yang berderet dan berkelompok sehingga membentuk sebuah perkampungan yang kumuh dan kotor.
Tempat itu dihuni oleh para pemulung, pengemis, gelandangan dan para pengamen. Banyak orang yang tidak berani memasuki perkampungan itu, karena tempat itu terkenal dengan banyak pencopet, pencuri dan para preman ibu kota. Meskipun demikian halimah tetap teguh dengan prinsipnya yaitu ingin mencerdaskan anak-anak terlantar dan gelandangan yang hidup disini.
***
Setelah menginjakkan kakinya diperkampungan itu, halimah disambut dengan tertawaan dan senyuman ceria anak-anak malang itu. Anak-anak itu seakan haus akan ilmu pengetahuan. Tanpa membuang waktu lama dia pun langsung memulai pelajaran.
Disini tidak ada seragam sekolah ataupun peralatan sekolah yang memadai. Ditempat itu hanya ada sebuah papan tulis dan meja kursi yang tidak bagus lagi, sudah usang dan sudah banyak yang sudah patah kakinya. Meskipun tidak didukung peralatan yang lengkap dan hanya beratapkan jembatan, anak-anak itu tetap semangat untuk menggapai masa depan yang lebih baik.
Disini tidak ada seragam sekolah ataupun peralatan sekolah yang memadai. Ditempat itu hanya ada sebuah papan tulis dan meja kursi yang tidak bagus lagi, sudah usang dan sudah banyak yang sudah patah kakinya. Meskipun tidak didukung peralatan yang lengkap dan hanya beratapkan jembatan, anak-anak itu tetap semangat untuk menggapai masa depan yang lebih baik.
***
Hari sudah tidak sore lagi, bintang-bintang telah bersinar terang. Semua harapan dan keinginan halimah sudah dilakukan semua pada hari ini. Tinggal capek dan letih yang mengiringi perjalanan halimah menuju tempat tinggalnya.
Walaupun hanya mempunyai sebutir ilmu, namun halimah tetap bekerja keras utnutk mengamalkannya. Peda pundak anak-anak malang itu, tertumpu semua harapan bangsa. Semoga kelak dapat membawa cahaya cerah bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Walaupun hanya mempunyai sebutir ilmu, namun halimah tetap bekerja keras utnutk mengamalkannya. Peda pundak anak-anak malang itu, tertumpu semua harapan bangsa. Semoga kelak dapat membawa cahaya cerah bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Karya : Rif'ul Mazid Maulana