Oleh Muhammad Sholekan
Terlepas dari Pro terhadap pembangunan Pabrik Semen di Rembang, yang katanya akan memberikan kesejahteraan, peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat sekitar pabrik, sampai pada peningkatan pendapatan dan modernisasi. Dalam aksi yang dilakukan oleh pendukung pembangunan pabrik semen kemaren (02/04) di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, masyarakat yang pro terhadap pembangunan pabrik semen mengelukan aksi damai, rukun, dan di beberapa rilis yang ditulis adalah melulu soal kesejahteraan, kemakmuran dan modernisasi. Hai, para pendukung pembangunan pabrik semen, perlu kalian ketahui sekretaris PT Semen Indonesia dalam keterangannya di Kompas harian, menuturkan bahwa pihaknya tidak berjanji akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar pabrik semen. Apa kalian tidak baca itu? Kesejahteraan apa yang akan kalian dapatkan? Justru debu yang akan terbang di sekitar rumah kalian. Dalam aksi yang kalian usung kemaren, aksi damai warga Ring 1. Selama ini yang dilakukan oleh ibu-ibu dan para pejuang lain apakah tidak damai? Dalam aksi kemaren pun kami tidak melakukan tindakan kekerasan apapun, bahkan kami pun dengan tertib di bawah kawalan aparat kepolisian.
Mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Semarang dan Jogja, bersama pula masyarakat sekitar pegunungan kendeng di Kecamatan Tegaldowo, Rembang ramai-ramai “menggeruduk” PTUN Semarang untuk mendesak Majelis Hakim agar kelak putusannya nanti berpihak pada masyarakat dan linkungan, bukan untuk berpihak pada Negara dalam bayang-bayang PT Semen Indonesia. Tumpah ruah dalam satu aksi bersama, Mahasiswa dan Ibu-ibu penjaga Pegunungan menyuarakan aspirasinya. Mereka takut kalau pegunungan kendeng ditambang. Paling tidak tambang yang sama pula berdiri di Kabupaten Tuban menjadi contoh, dan penolakan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kecamatan Sukolilo, Pati menjadi tamparan keras bagi Pemerintah dan PT Semen.
Ini tentang Kemanusiaan dan Rantai Kehidupan untuk Anak Cucu kelak, pertanian khususnya. Pertanian merupakan lading penghidupan bagi petani, kemurahan sang Pencipta memberikan tanah, air dan bumi sangat disadari betul oleh para petani. Dengan mengolah sawah, sehingga bisa ditanam, dirawat sedemikian rupa, sampailah pada proses panen. Rantai kehidupan yang akan terus menerus berputar, sebagaimana hukum yang ditentukan oleh alam. Siapa menanam dia pasti akan mengunduh. Namun, rantai makanan dan penghipan itu kini terancam dengan didirikannya pabrik yang akan memberangus lahan, dengan proses eksploitasi besar-besaran terhadap bumi yang menyimpan ribuan bahkan jutaan kubik air. Kesejahteraan macam apa? Justru malah ancaman penghidupan kemanusiaan. Negara lewat sebuah korporasi besar, membayangi kehidupan kemanusiaan tersebut. Negara seharusnya hadir sebagai pemberi kesejahteraan (Welfare State), bukan malah mengancam kesejahteraan.
Adapted : simpulsemarang.com
Terlepas dari Pro terhadap pembangunan Pabrik Semen di Rembang, yang katanya akan memberikan kesejahteraan, peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat sekitar pabrik, sampai pada peningkatan pendapatan dan modernisasi. Dalam aksi yang dilakukan oleh pendukung pembangunan pabrik semen kemaren (02/04) di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, masyarakat yang pro terhadap pembangunan pabrik semen mengelukan aksi damai, rukun, dan di beberapa rilis yang ditulis adalah melulu soal kesejahteraan, kemakmuran dan modernisasi. Hai, para pendukung pembangunan pabrik semen, perlu kalian ketahui sekretaris PT Semen Indonesia dalam keterangannya di Kompas harian, menuturkan bahwa pihaknya tidak berjanji akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar pabrik semen. Apa kalian tidak baca itu? Kesejahteraan apa yang akan kalian dapatkan? Justru debu yang akan terbang di sekitar rumah kalian. Dalam aksi yang kalian usung kemaren, aksi damai warga Ring 1. Selama ini yang dilakukan oleh ibu-ibu dan para pejuang lain apakah tidak damai? Dalam aksi kemaren pun kami tidak melakukan tindakan kekerasan apapun, bahkan kami pun dengan tertib di bawah kawalan aparat kepolisian.
Mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Semarang dan Jogja, bersama pula masyarakat sekitar pegunungan kendeng di Kecamatan Tegaldowo, Rembang ramai-ramai “menggeruduk” PTUN Semarang untuk mendesak Majelis Hakim agar kelak putusannya nanti berpihak pada masyarakat dan linkungan, bukan untuk berpihak pada Negara dalam bayang-bayang PT Semen Indonesia. Tumpah ruah dalam satu aksi bersama, Mahasiswa dan Ibu-ibu penjaga Pegunungan menyuarakan aspirasinya. Mereka takut kalau pegunungan kendeng ditambang. Paling tidak tambang yang sama pula berdiri di Kabupaten Tuban menjadi contoh, dan penolakan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kecamatan Sukolilo, Pati menjadi tamparan keras bagi Pemerintah dan PT Semen.
Ini tentang Kemanusiaan dan Rantai Kehidupan untuk Anak Cucu kelak, pertanian khususnya. Pertanian merupakan lading penghidupan bagi petani, kemurahan sang Pencipta memberikan tanah, air dan bumi sangat disadari betul oleh para petani. Dengan mengolah sawah, sehingga bisa ditanam, dirawat sedemikian rupa, sampailah pada proses panen. Rantai kehidupan yang akan terus menerus berputar, sebagaimana hukum yang ditentukan oleh alam. Siapa menanam dia pasti akan mengunduh. Namun, rantai makanan dan penghipan itu kini terancam dengan didirikannya pabrik yang akan memberangus lahan, dengan proses eksploitasi besar-besaran terhadap bumi yang menyimpan ribuan bahkan jutaan kubik air. Kesejahteraan macam apa? Justru malah ancaman penghidupan kemanusiaan. Negara lewat sebuah korporasi besar, membayangi kehidupan kemanusiaan tersebut. Negara seharusnya hadir sebagai pemberi kesejahteraan (Welfare State), bukan malah mengancam kesejahteraan.
Adapted : simpulsemarang.com