Langsung ke konten utama

BEM SI Jateng-DIY Gelar Diskusi Kritis "Samin vs Semen"

Semarang - Menanggapi kasus pembangunan pabrik semen di daerah Rembang yang mengusik masyarakat Samin, kemarin, Minggu, 29 Maret 2015 bertempat di Gedung PKMU Lt.2 BEM KM Unnes mengajak para aktivis yang tergabung dalam BEM SI Jateng-DIY untuk peduli dan turut serta berdiskusi kritis menanggapi kasus ini. Tema yang angkat yaitu “Samin Vs Semen”. Pemantik diskusi acara diskusi kritis yaitu Bapak Budi Gunawan Susanto atau yang akrab dipanggil Kang Putu. Beliau sangat piawai memandu para peserta diskusi menanggapi kasus Samin Vs Semen. Kang Putu juga mengajak para peserta diskusi untuk ikut peduli dan memikirkan solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat Samin. Menurutnya, permasalahan semacam ini seharusnya tidak hanya dibicarakan di kalangan lembaga kampus saja, namun bisa dalam skala nasional yang mana melibatkan para ahli agar dapat menghasilkan sumbangsih besar dalam memecahkan permasalahan.

Siapa yang mau diam saja bila kesejahteraan hidupnya diganggu bahkan dirusak orang lain? Kalimat inilah kiranya menggambarkan sikap masyarakat Samin yang berjuang menolak pembangunan pabrik semen di wilayah tempat tinggalnya. Kekayaan sumber air yang dimiliki masyarakat Samin adalah harta yang tidak boleh satupun mengganggu atau merusaknya. Bila hal ini dilanggar, berarti rusaklah sumber kehidupan masyarakat Samin. Bagi mereka, tanah adalah Ibu. Berasal dari tanahlah masyarakat Samin hidup. Tanah dan air adalah kesatuan yang harus dijaga karena memberikan kesejahteraan bagi kehidupan.

Sejak dulu, masyakat Samin memegang adat istiadat dengan kokoh. Mereka melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial melalui perlawanan tanpa kekerasan atau disebut dengan istilah Partikel Pasif. Pada tahun 1905, ketika Indonesia di bawah Pemenrintahan Kolonial yang mana diterapkan berbagai macam bentuk kebijakan pemenrintah sehingga membebani kehidupan masyarakat pribumi, masyarakat Samin bersama-sama menolak untuk membayar pajak, memperbaiki jalan, kerja bakti, ronda malam, serta aktivitas lain dari Pemenrintah Kolonial. Perlawananlah dan penolakan yang akan dilakukan oleh masyarakat Samin terkait dengan segala aktivitas yang berasal dari Pemenrintah Kolonial.

Masyarakat Samin adalah masyarakat petani. Pekerjaan satu-satunya yang dilakukan adalah bertani karena bagi mereka tanah adalah Ibu, sumber kehidupan. Mereka memperlakukan tanah secara bijaksana dan tidak ingin tanah yang dimiliki rusak sama sekali. Pola tanam yang dilakukan adalah pola tanam organic. Masyarakat Samin bercocok tanam secara organic tanpa menggunakan pestisida atau pupuk kimia yang diyakini dapat merusak tanah. (Riska-Sospol)

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Islam Dulu Dan Kini

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Seorang pakar pendidikan Islam berdarah hadrami, al Habib Abu Bakar al Masyhur al Adni, Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah) adalah pendidikan dan peningkatan diri atas adab, akhlak, patuh akan syariat dan jauh akan larangannya. Mengikuti kata hati berdasarkan rasa tanggung jawab terhadap Dinnya serta rasa cinta pada Allah SWT. dan Rasulnya SAW. juga berkhidmat dengan cara yang benar pada umat sembari memasyarakatkan kebaikan dan menepis kehinaan dan kerendahan moral.  Pendidikan islam pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan tingkat kec...

Sejarah Desa Troso

Sejarah Desa Troso tidak dapat di pisahkan dari peristiwa peperangan antara Sultan Hadirin dengan Arya Penangsang yang terjadi di sebuah daerah di Kabupaten Kudus. Pada peperangan tersebut Sultan Hadirin terbunuh oleh Arya Panangsang. Sultan Hadirin merupakan suami dari Ratu Kaliyamat adipati Jepara. Selanjutnya, jenazah Sultan Hadirin dibawa dari Kudus ke Jepara dengan cara dipikul oleh orang (Pengikutnya). Singkat cerita, ketika para pemikul jenazah sampai di suatu tempat, mereka telah menghirup bau yang busuk, dalam bahasa jawa berarti “Purwo” yang berarti permulaan dan “Gondo” yang berarti bau busuk. Sehingga daerah tersebut sekarang di beri nama Desa Purwogondo. Sesampainya di Pecangaan para pemikul jenazah tersebut sudah sangat lelah, namun karena itu menjadi suatu pengabdian kepada Pupundennya (Orang yang sangat di hormati) hal tersebut tetap di laksanakan.

Nikmatnya Horok-Horok Jepara

Nikmatnya Horok-horok Jepara Horok-horok merupakan makanan yang sudah tidak asing lagi di lidah masyarakat Jepara. Karena makanan itu tergolong, makanan yang murah meriah dan dapat ditemui diberbagai pedagang makanan, pasar-pasar hingga kios pinggir jalanan yang ada di Kabupaten Jepara. Namun horok-horok sulit di dapatkan di luar Jepara. Horok-horok adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung pohon aren. Horok-horok umumnya dimakan dengan Sate Kikil, soto, bakso, gulai, dan sayur pecel. Selain itu dapat juga dimakan dengan diberi santan dan sedikit gula pasir, seperti bubur. (Wikipedia Indonesia) Selain itu horok-horok juga dapat dimakan bersama dengan sirup ataupun air gula. Sehingga manfaat horok-horok sangat banyak untuk di kombinasikan dengan berbagai makanan. Selain itu, horok-horok juga dapat di makan sendiri tanpa disandingkan dengan makanan lain. Cara membuat horok-horok adalah dengan tepung yang terbuat dari pohon aren. Metode mengambilnya menggunakan sisir rambut. Bentukn...