OPINI-Express, Volume XII No.8/5 Juni 2014
Oleh : Rif’ul Mazid Maulana
Pemahaman arti penting keikutsertaan mahasiswa dalam berbagai organisasi kemahasiswaan (ornawa) menjadi pembahasan awal yang perlu diprioritaskan. Ada anggapan bahwa berorganisasi berarti berdemonstrasi. Ada pula anggapan berorganisasi tidak lebih dari sekadar menghabiskan sebagian waktu, energi bahkan hanya sekadar ajang mencari kawan (atau jodoh?) Lalu, benarkan demikian?
Ornawa semestinya berperan dalam peningkatan kesadaran mahasiswa terhadap lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.
Wadah dan sarana bagi pengembangan diri mahasiswa menuju perluasan wawasan dan pembiasaan berorganisasi. Namun, akhir-akhir ini keberadaan ornawa mengalami penurunan cukup signifikan dalam pelaksanaan fungsinya.
Wadah dan sarana bagi pengembangan diri mahasiswa menuju perluasan wawasan dan pembiasaan berorganisasi. Namun, akhir-akhir ini keberadaan ornawa mengalami penurunan cukup signifikan dalam pelaksanaan fungsinya.
Sejarah mencatat partisipasi mahasiswa dalam kancah politik mengalami penurunan. Bisa jadi hal ini diakibatkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kehidupan (NKK/BKK) yang pernah dilakukan beberapa dekade lalu. Mahasiswa sebagai kaum intelektual tampak lemah dalam melakukan kontrol terhadap birokrasi maupun pemerintah. Tampaknya kebijakan NKK/BKK telah menciptakan mahasiswa yang hanya berorientasi pada kegiatan akademik semata. Selain itu, menjauhkan mahasiswa dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi pemerintah.
Penurunan peran
Kepekaan ornawa dalam melakukan analisis sosial seakan tumpul. Padahal semestinya membuka membuka ruang yang lebar bagi kajian berbagai persoalan. Upaya pendidikan politik bagi mahasiswa bertujuan pada pembentukan sikap peka dan kritis terhadap kebijakan-kebijakan, baik kebijakan kampus maupun pemerintah.
Mahasiswa yang apatis tidak dapat disalahkan. Bisa jadi ini disebabkan karena mereka tak memperoleh pendidikan politik yang berarti dari ornawa. Dalam arti lain, bisa jadi ornawa kurang serius dalam menjalankan fungsi penyadaran mahasiswa untuk aktif, selektif, dan kritis.
Tampaknya saat ini ornawa lebih banyak menyibukkan diri sebagai “Event organizer”. Lebih menekankan capaian target untuk melaksanakan semua program kerja (progja) yang sudah disususn. Padahan progja yang telah disusun di awal periode belum tentu sejalan dengan perkembangan permasalahan yang ada.
Keberadaan ornawa bukan sekadar dinilai berdasarkan sejauh mana program kerja tersebut dilaksanakan. Tetapi kesuksesan suatu ornawa lebih ditentukan pada berapa banyak mahasiswa yang mempunyai pola pikir maju.
Sudah semestinya ornawa menekankan perannya dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi mahasiswa dan kontrol sosial. Hal ini perlu dilakukan supaya keberadaan ornawa dapat dirasakan semestinya oleh mahasiswa serta turut memperbaiki perilaku mahasiswa yang apatis menjadi aktif dan peka.