Semarang-"Kita
telah lama merindukan Jihad terhadap lingkungan," hal tersebut di
ungkapkan oleh Rusmadi salah satu pemateri dalam kegiatan Seminar Perubahan
Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh PW IPNU Jawa
Tengah bekerjasama dengan freedom institute dan Fyn, Senin (13/10).
Dalam Seminar
yang diselenggarakan di ruang pertemuan Lembagan Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LP2M) Universitas Negeri Semarang tersebut, Rusmadi menuturkan
bahwa jihad seperti yang dilakukan oleh ISIS sudah tidak waktunya, namun yang
duperlukan sekarang adalah jihad terhadap lingkungan.
"Kalau
jihad dimaknai sebagai mati dijalan Allah itu, mudah namun yang lebih sulit
adalah hidup dijalan Allah, untuk itu apabila lingkungan menancam kehidupan
kita maka bagaimana kita bisa hidup di jalan Allah, untuk itu kita perlu
berjihad," tuturnya.
Kerusakan
lingkungan, lanjutnya, disebabkan oleh dua hal yang pertama dimaknai semua yang
terjadi di alam ini karena tangan tuhan, kedua karena campur tangan manusia.
"Ada dua teori yang menyebabkan kerusakan ligkungan dibumi ini yaitu
karena kehendak pencipta (Theogenik) dan campur tangan manusia
(Antropogenik)," lanjutnya.
Revolusi
industri menjadi beangkerok perubahan iklim yang menjadi titik awal dari
perubahan lingkungan.
"Masalah
yang menjadi perhatian kita beberapa tahun terakhir ini adalah pemanasan
global, sebenarnya meningkatnya suhu bumi adalah hal yang alamiah karena tanpa
efek rumah kaca suhu bumi dibawah minus delapan belas derajat celcius, namun
hal ini jika dibiarkan naik secara signifikan maka akan menyebabkan efek yang
lebih lanjut seperti, banjir, abrasi dan rob seperti di Semarang ini,"
terang Rusdi aktivis lingkungan IPCC.
Lebih lanjut,
dia mengatakan sudah seharusnya di negara kita menggunakan energi yang dapat
diperbaharui dalam kehidupan sehari-hari. "Di negara Jerman sekarang
menggunakan energi non fosil, seperti gelombang air laut yang digunakan sebagai
energi pembangkit listrik, maka sudah sepatutnya negara kita
mencontohnya," katanya.
Agung Setiyadi,
penggiat lingkungan menambahkan bahwa pembangunan yang dilakukan pemerintah
terkadang tidak sesuai dengan pandangan terkadap keseimbangan lingkungan.
"Seperti halnya kasus pabrik semen yang ada di Pati, kami juga melakukan
kajian bahwa pembangunan dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, sehingga
dari data tersebut kami melakukan advokasi untuk menolak pembangunan itu,"
ungkapnya.
Agung berharap
pemerintah dapat melakukan kajian terhadap lingkungan terlebih dahulu sebelum
menyetuji proyek-proyek yang berindikasi akan mengganggu lingkungan. (Rif'ul
Mazid Maulana)