Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Bahasa Jawa Diambang Kepunahan?

Oleh: Rif’ul Mazid Maulana Bahasa merupakan sarana komunikasi antarumat manusia dimuka bumi. Sudah pasti setiap negara, daerah bahkan suku di dunia ini mempunyai bahasa yang berbeda-beda, antara lain adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa merupakan alat komunikasi lokal yang telah mendarah daging pada masyarakat suku Jawa di Indonesia. Bahasa berlogat lemah lembut tersebut telah menjadi satu ikon yang tidak pernah dapat dipisahkan dari masyarakat Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa. Dengan semakin meningkatnya kualitas pendidikan serta perkembangan zaman justru mengubah paradigma masyarakat Jawa mengenai bahasa daerahnya. Karena mereka menganggap Bahasa Jawa hanya sebagai alat komunikasi orang bawahan yang tidak berintelek.

Lunturnya Bahasa Indonesia

Oleh Rif’ul Mazid Maulana Sumber : (Suaramerdeka.com) Perkembangan Bahasa Indonesia akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Hal itu dikarenakan semakin tidak pedulinya generasi muda terhadap bahasa persatuan. Banyak generasi penerus bangsa tidak mengerti ejaan yang tepat serta ketatabahasaan yang baik, sehingga Bahasa Indonesia terkesan menjadi bahasa rancu. Pada awalnya masyarakat Indonesia lebih sering menggunakan dialek lokal sebagai alat komunikasi. Namun dengan semakin luasnya kebutuhan manusia dan menuntut berinteraksi dengan masyarakat di lain daerah yang mempunyai dialek lokal berbeda-beda, maka diperlukan bahasa untuk mempersatukan pluralisme bahasa di Nusantara. Sebelum Bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa pemersatu, banyak tokoh negara yang mengusulkan bahasa Jawa sebagai bahasa persatuan. Bahasa Jawa mempunyai tatanan dan perbendaharaan kata yang lebih indah dan lugas. Namun karena suku bangsa di Indonesia tidak hanya dari suku Jawa, sehingga hal itu tidak dit

Sejarah Desa Troso

Sejarah Desa Troso tidak dapat di pisahkan dari peristiwa peperangan antara Sultan Hadirin dengan Arya Penangsang yang terjadi di sebuah daerah di Kabupaten Kudus. Pada peperangan tersebut Sultan Hadirin terbunuh oleh Arya Panangsang. Sultan Hadirin merupakan suami dari Ratu Kaliyamat adipati Jepara. Selanjutnya, jenazah Sultan Hadirin dibawa dari Kudus ke Jepara dengan cara dipikul oleh orang (Pengikutnya). Singkat cerita, ketika para pemikul jenazah sampai di suatu tempat, mereka telah menghirup bau yang busuk, dalam bahasa jawa berarti “Purwo” yang berarti permulaan dan “Gondo” yang berarti bau busuk. Sehingga daerah tersebut sekarang di beri nama Desa Purwogondo. Sesampainya di Pecangaan para pemikul jenazah tersebut sudah sangat lelah, namun karena itu menjadi suatu pengabdian kepada Pupundennya (Orang yang sangat di hormati) hal tersebut tetap di laksanakan.